Sunday, October 14, 2012

MUI: Keharaman Babi Bersifat Ta'abbudi


Flora Febrianindya - detikFood Jakarta - Daging dan kulit hewan yang halal boleh dikonsumsi dan dimanfaatkan. Begitu juga dengan hewan yang mati tidak dengan cara syar'i, masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan non-konsumtif. Namun bagaimana hukumnya memanfaatkan hewan yang pada asalnya haram dan najis ketika masih hidup?

Sekertaris Komisi Fatwa (KF) MUI, Dr. H. M. Asrorun Niam Sholeh, M.A., memberikan penjelasannya. "Hewan yang pada asalnya haram ketika masih hidup, seperti anjing dan babi, maka bangkainyapun tetap najis dan tidak boleh dimanfaatkan," kata Asrorun.

Asrorun menambahkan, keharaman anjing dan babi bersifat mutlak, dan tidak boleh dimanfaatkan. Jadi hewan yang sifatnya haram tidak diperbolehkan untuk menjadi bahan penolong, apalagi menjadi bahan baku seperti kulit babi dimanfaatkan untuk bahan pembuatan sepatu.

"Keharaman babi itu bersifat Ta'abbudi, bukan Ta'aqquli. Merupakan ibadah yang harus diterima dan tidak memerlukan penalaran. Seperti ketentuan tentang sholat shubuh harus dua rakaat, maka itu harus diterima dan diamalkan, tidak perlu penalaran lagi," kata Asrorun seperti dimuat dalam situs halalmui.org (14/10/2012).

Lalu bagaimana dengan pemanfaatkan kulit buaya? Menurut Asrorun, sekalipun tidak boleh dimakan karena merupakan binatang buas, namun dianggap sebagai hewan yang suci. Dijelaskan lebih lanjut, tidak semua hewan yang dianggap suci itu, halal untuk dikonsumsi.

Dalam hal ini, suci itu terkait dengan relasi, sedangkan halal terkait dengan konsumsi. Banyak hewan yang suci, tetapi haram dikonsumsi. Sebagai contoh sederhana adalah kucing. Ia adalah binatang yang suci. Boleh dipegang, namun dagingnya tidak boleh dikonsumsi.

(flo/odi) Install Aplikasi "Makan di Mana" GRATIS untuk smartphone Anda, di sini.

0 comments:

Post a Comment