Monday, October 22, 2012

Will Meyrick, Sang Street Food Chef


Odilia Winneke - detikFood Jakarta - Ketertarikan pada bumbu Asia membawa chef ini berkeliling Asia Tenggara. Ia tidak belajar memasak di cooking school atau chef ternama melainkan dari rumahtangga. Masuk ke pelosok kota dan memasak langsung bersama penduduk asli membuatnya makin mencintai Asia.

Kalau berkunjung ke Sarong, Restaurant, Lounge & Bar yang berlokadi di Pettitenget, Kerobokan Bali bersiaplah untuk masuk daftar antrian. Karena resto yang dibuka Will Meyrick tahun 2008 ini selalu jadi distinasi bersantap pencinta kuliner saat ada di Bali.

Resto yang berkapasitas 142 tempat duduk ini mengangkat hidangan India, Vietnam, Cina, Jepang, Thailand dan Indonesia dengan sajian gaya fine dining. Meski hanya melayani dinner, resto ini selalu fully booked. Nyaris tiap orang yang pernah bersantap selalu berkomentar 'die die must try'.

Tak berbeda jauh dengan MamaSan, Kitchen Bar yang dibuka Will Meyrick di kawasan Oberoi, Seminyak. Konsep cozy dan homey dalam resto yang ditata dengan gaya interior Shanghai klasik tahun 1920 ini ternyata memikat banyak orang. Hidangan yang lezat dan tempat yang nyaman merupakan kelebihan yang disajikan oleh Will di lokasi ini.

Awal Oktober 2012 saat berada di Jakarta, Will Meyrick memakau sejumlah tamu undangan gala dinner pembukaan Jakarta Culinary Festival 2012. Berkolaborasi dengan William W Wongso, pakar kuliner Indonesia, 22 jenis hidangan tradisional disajikan sangat memukau.

Kepiawaiannya mengolah hidangan Bali dibuktikan lewat Bebek Kampung Lawar dan Bebek Goreng Tiga Sambal yang rasanya gurih renyah. Demikian juga saat Will mengolah hidangan khas Aceh, Gulai Kambing Banda Aceh dan Burung Puyuh Tangkap. Konro Bakar dan sup konro khas Sulawesi racikannya membuat para tamu menghadiahinya dengan pujian.

Apa yang membuat Will memiliki passion kuat akan hidangan tradisional Asia? Ditemui detikfood di sela-sela kesibukan Jakarta Culinary Festival 2012 ia menceritakan pengalaman berkeliling Asia dan belajar makanan lokal.

'Saya tak pernah belajar memasak makanan lokal dari chef ternama atau sekolah masak. Saya akan langsung mencari informasi dari orang setempat. Pernah saya belajar memasak dari keluarga supir yang mengantar saya,' demikian ceritanya dengan wajah berseri saat berbincang dengan detikfood.

Saat berada di Yogyakarta, Will pun menyempatkan diri belajar selama beberapa hari meracik gudeg di dapur Yu Djum di kawasan Barek. Tak segan ia ikut mengupas nangka muda, meracik bumbu dan menunggui gudeg matang di dapaur yu Djum yang berasap karena api kayu bakar dari tungku yang dipakai mengolah gudeg.

Hal yang sama ia lakukan saat belajar membuat gulai di warung gulai kambing Ridha Ilahi Banda Aceh. 'Sangat menyenangkan karena saya jadi asisten bapak pemilik warung. Mengaduk bumbu sampai memeras santan dan memotong-motong daging kambing,' tuturnya diiringi derai tawa.

Total dan ingin selalu mendapatkan yang paling asli dari sumbernya merupakan komitmennya dalam mempelajari kuliner Asia. Karenanya hidangan tradisional yang diraciknya tidak kehilangan 'nyawa' aslinya. 'Hidangan lokal tidak boleh hilang dari akarnya, harus tampil seperti adanya agar terasa nikmat,' demikian tegasnya.

Tak cukup sampai di situ Will pun selalu menghargai kehebatan bintang kuliner lokal dalam mengolah hidangan. Beberapa ahli masak lokal pun pernah diboyong ke dapur restorannya untuk memasak bagi tamu-tamunya. Will ingin memperkenalkan citarasa lokal sebernarnya pada orang banyak.

'Bukan itu saja, mereka adalah orang-orang hebat. Saya ingin mereka maju dan melihat banyak kesempatan untuk belajar. Misalnya, menjual makanan dengan harga pantas, mengukur kemampuan diri sebagai orang hebat. Saya ingin mereka juga maju dan melihat 'dunia',' ujarnya penuh semangat.

Sri Leak dari Kamboja dan Chaiman Wang dari Beijing merupakan bintang kuliner yang pernah diundang ke Bali untuk memasak dalam promo hidangan di Sarong. Inilah langkah kecil yang diambil Will untuk memberi tempat pada kuliner lokal.

'Buat saya street food lebih memikat karena lebih otentik dan dari situlah saya bisa memperoleh nuansa budaya sebuah hidangan. Dari proses membuat hingga menyajikan. Apalagi jika dimasak segar setiap hari makanan kaki lima lebih sehat,' tutur pria 35 tahun yang berdarah Inggris dan dibesarkan di Australia ini.

Dalam waktu tak lama Will Meyrick, ayah 3 orang anak ini akan meluncurkan buku masak yang berisi resep-resep andalan Sarong dan catatan perjalanan ke negara-negara Asia Tenggara. Sebuah resto berkonsep Asia juga sedang ia siapkan untuk dibuka di Jakarta. 'Saya puas, bangga dan bersyukur dengan hidup saya saat ini,' demikian tutupnya.

(odi/odi) Install Aplikasi "Makan di Mana" GRATIS untuk smartphone Anda, di sini.

0 comments:

Post a Comment